Sejarah alat pengolah limbah plastik menjadi
bahan bakar : triPOD-4M
Keresahan
akibat sampah plastik saat ini sudah semakin berkurang, hal ini berkaitan
dengan semakin beragamnya inovasi yang diciptakan masyarakat dalam mengelola limbah jenis ini.
Salah satunya adalah alat pengolah limbah plastik sederhana yang diciptakan
oleh Tri Handoko, seorang guru di SMKN 3
Kimia Madiun. Alat yang telah banyak beredar dan digunakan masyarakat peduli
lingkungan ini diberi nama triPOD-4M.
triPOD-4M merupakan
alat untuk mengolah limbah plastik menjadi BBM skala model yang sudah cukup
banyak digunakan. Penyebarannya mulai dari Pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Irian, Bali serta Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Terakhir alat ini dicoba diterapkan untuk menangani masalah sampah plastik yang
mengancam pantai indah disepanjang Desa Geliting, Kecamatan Kewapante, Sikka
- NTT. Masyarakat disana diajari
bagaimana pengoperasian alat ini dan sekaligus cara pembuatannya. Di Pulau Jawa
alat ini sudah tersebar di Jakarta, Bogor, Tangerang, Sleman serta beberapa
kota di Jawa Timur.
Pembuatan
alat pengolah limbah plastik yang
praktis dan murah ini, merupakan pengembangan yang terus menerus dan terarah
dari sebuah penelitian pencarian energi alternatif serta upaya penyelamatan
lingkungan yang dilakukan di SMKN 3 Madiun. Hal ini sesuai dengan visi sekolah
ini, yaitu SMKN 3 Madiun sebagai sekolah bertaraf internasional yang berbasis
industri serta berwawasan lingkungan. Dengan visi yang demikian mendorong
sekolah ini untuk aktif mengikuti berbagai lomba inovasi teknologi dan
lingkungan, serta banyak hasil
membanggakan yang sudah didapat.
Inovator
dari alat ini adalah Tri Handoko, guru yang sehari-hari mengajar mata pelajaran
utama yang berkaitan dengan kelistrikan. Meskipun begitu selama karirnya
sebagai guru tak kurang sudah sebelas kompetensi keahlian yang diajarkannya,
mulai dari fisika, elektrolisa, penanganan korosi, mesin boiler, mesin penukar
panas, pengelolaan limbah padat/cair, elektronika, bahkan mata pelajaran komunikasi
interpersonal serta seni budaya pernah dipegangnya juga. Pengalaman
pekerjaannya juga cukup menarik. Tri Handoko pernah bekerja sebagai tukang
bengkel servis alat rumah tangga, operator fotocopy serta operator traktor
pembajak sawah. Keluasan wawasan dan pengalamannya menjadikannya sebagai
rujukan tempat bertanya. Banyak industri yang sudah berkonsultasi ke sekolah
serta beberapa lembaga telah mengundangnya sebagai narasumber untuk berbagai
permasalahan, teman-teman dekatnya menjulukinya sebagai sang maestro.
Penelitiannya
dibidang energi alternatif mulai dilakukannya sejak tahun 2008. Sementara pengembangan alat pengolah limbah
plastik yang diberi identitas proyek triPOD
diawali tahun 2009 semenjak dia mendapatkan kesempatan mendampingi
siswa-siswinya kunjungan industri di daerah Jogja. Di sana didapatinya
peralatan yang dapat digunakan untuk memproses tempurung kelapa untuk dijadikan
asap cair ( liquid smoke). Pada saat
mengajar mata pelajaran Alat Pemadam Api Ringan ( APAR ), Tri Handoko menemukan
hakekat dari api dan bahan bakar. Pada dasarnya komponen utama dari bahan bakar
itu tidak lebih dari molekul hidrokarbon, yang itu juga merupakan molekul
penyusun dari plastik, hanya saja bagaimana cara mengambil komponen tersebut
dari plastik membuatnya harus bekerja keras memutar otak. Kejadian di Jogja
tersebut telah membuatnya melonjak kegirangan, apa yang selama ini menjadi
masalah telah dengan jelas terpampang didepan matanya.
Yakin
bahwa apa yang dicarinya sudah diketemukan, semangatnya semakin berkobar. Kendala berikutnya muncul karena alat seperti
yang ada di Jogja harganya cukup tinggi baginya. Sementara yang diperlukannya
hanyalah alat kecil untuk membuktikan hipotesanya bahwa hidrokarbon pada
plastik dapat diekstrak. Maka aksi layaknya Mac Gyver –pun dilakukannya.
Bahan-bahan bekas yang ada disekitarnyapun mulai diutak-utiknya, ada kaleng
roti, pipa bekas AC, bekas wadah kopi dirakit agar segera dapat dibuktikan hipotesanya
selama ini. Hasilnya ternyata luar biasa, plastik yang semula berbentuk
lembaran-lembaran pada akhirnya telah berubah menjadi cair dan dapat terbakar
seperti apa yang selama ini diharapkannya. Eureka..! eureka…..!
Sampai
saat ini proyek triPOD masih
berlangsung. Terakhir telah dikembangkan seri AP (aplikasi praktis) yang
diharapkan dapat dipakai oleh masyarakat sebagai sarana pemusnahan limbah
plastik yang mengancam lingkungan sekaligus sebagai upaya mandiri energi untuk
masyarakat. Hal ini sesuai dengan nama triPOD
yang merupakan singkatan dari teknologi
rakyat Indonesia - Plastic Oil Destilator. Perkembangan alat triPOD (minus yang seri AP) dapat
diceritakan seperti berikut dibawah ini
Setelah
melakukan beberapa kali percobaan dengan peralatan tersebut, diperoleh data
bahwa hasil minyak atau kondensat tidak stabil. Pada suatu waktu menghasilkan minyak
dengan kualitas baik, tetapi tidak jarang juga dihasilkan minyak yang berbentuk
pasta kental atau membeku pada saat disimpan pada suhu kamar.
Berbekal pengalaman ketika mengajar
materi Elektrolisa dan Elektroplating, Tri Handoko menduga bahwa kejadian
tersebut diakibatkan oleh molekul akhir yang terbentuk tidak stabil dan
berikatan terlalu panjang akibat ikatan rangkap yang terlalu banyak. Hal ini
bisa terjadi pada saat pemecahan molekul plastik, energi pemecah ( panas )
kurang sehingga tidak mampu menghancurkan molekul plastik menjadi molekul yang
lebih halus, juga adanya saluran pelepas tekanan yang dimaksudkan sebagai
pengaman telah melepaskan pula lebih banyak atom hidrogen dan molekul-molekul
pendek yang sempat dihasilkan. Berdasarkan hipotesa tersebut selanjutnya
dikembangkan peralatan seperti terlihat pada gambar dibawah:
Percobaan demi percobaan dilakukan
dengan alat yang baru dibuat tersebut dan didapatkan fakta yang menggembirakan.
Dengan alat ini diperoleh dua hasil yang berbeda pada masing-masing destilator;
pada kondensor – 1 didapatkan hasil berupa cairan yang berwarna kuning
kecoklatan dan viscositas yang lebih tinggi, sedangkan pada kondensor – 2
diperoleh cairan yang sangat jernih dan viscositas lebih rendah. Ketika
diadakan uji nyala ternyata hasil dari kondensor-1 menyala merambat, sedang
dari kondenser-2 menghasilkan nyala
spontan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa hasil dari kondensor-1 adalah minyak
yang setara dengan minyak tanah dan hasil dari kondensor-2 menghasilkan minyak
setara bensin. Berbekal hasil ini Tri Handoko menghubungi Iswahyudi, orang yang
pernah mendorongnya melakukan pencarian
bahan bakar alternatif untuk melakukan tes laboratorium mengenai kandungan
minyak plastik tersebut. Sampel minyak selanjutnya diberi sandi MIRA-1 dan
MIRA-2, yang merupakan singkatan dari Minyak Rakyat-1 dan Minyak Rakyat-2.
Hasilnya uji dengan Gas Cromathography menunjukkan bahwa minyak yang dihasilkan
mendekati GC dari crude oil minyak bumi dengan komponen C-8 yang sangat
dominan. Kelemahan alat yang dibuat adalah adanya residu berupa padatan yang
tertinggal pada reaktor yang terbuat dari bekas kaleng roti tersebut. Usaha
untuk meningkatkan suhu pemanasan terkendala pada rusaknya reaktor dan
sambungan-sambungan pipanya.
Pengalamannya pekerjaan sebagai teknisi
mesin-mesin pendingin ( kulkas- AC), menuntunya pada penggunaan bekas kompresor
kulkas yang pernah dibongkarnya dan tergeletak digudang. Alat tersebut
selanjutnya diutak-utik dan munculah alat distilator yang memakai bekas
kompresor kulkas sebagai reaktornya.
Dengan penggunaan bekas kompresor kulkas
sebagai reaktor , maka permasalahan menaikkan suhu proses cracking dapat
diatasi. Pada reaktor sudah hampir tidak ada residu yang tersisa dan produk
minyak yang didapat meningkat menjadi setara berat bahan baku yang diproses.
Jadi bila plastik yang diproses beratnya 1 kilogram maka akan didapat minyak
kurang lebih 1 liter dari kondensor-1 dan kondensor-2.
Kekurangan dari alat ini terletak pada
bongkar-pasang rektor saat melakukan pengisian
bahan baku terkait kontruksi kompresor kulkas yang dibelah tersebut. Untuk
mengatasi hal ini, perhatian Tri Handoko selanjutnya tertuju pada tangki LPG 3
Kg yang banyak tidak dipakai pada saat
itu. Rupanya sosialisasi pengoperasian kompor LPG bantuan pemerintah masih
kurang maksimal sehingga banyak warga yang masih takut memakainya. Tangki LPG
yang sudah ada draat untuk tempat niple regulator sangat memudahkan
pekerjaannya. Dengan pipa air bekas ukuran setengah dim yang ada ulir pada
ujungnya dapat dengan mudah dipasangkan pada tangki, sehingga akhirnya tangki
reaktor diganti dengan bekas tangki LPG 3 kg yang dimodifikasi dan pipa
penyalur kondensat memakai bekas pipa air ukuran setengah dim.
Seiring dengan semakin banyaknya media,
baik cetak maupun televisi yang menayangkan temuan ini menyebabkan SMK Negeri 3
Madiun kebanjiran tamu yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang proses dan
alat ini, mulai dari perorangan, sekolah, dinas maupun LSM lingkungan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut akhirnya diciptakanlah seri TRIPOD-4M yang
diarahkan untuk pelatihan-pelatihan maupun proses pengelolaan sampah plastik
sekala kecil. Keunggulan seri ini ada pada kemudahan untuk dibongkar pasang
(knock-down) dan ringkas sehingga cocok untuk dipakai saat pameran ataupun saat
diundang sebagai narasumber pada seminar atau pelatihan pengelolaan limbah.
Penggunaan triPOD-4M yang
dikombinasikan dengan tungku tomcat (plesetan dari tong cat) yang dapat
menggunakan bahan bakar sampah daun , limbah gergajian, rumput atau jerami
memberikan hasil yang sangat ekonomis mengingat harga minyak yang semakin
melambung akhir-akhir ini
untuk pemesanan dan pelatihan, silahkan lihat artikel terbaru
http://givuin.blogspot.com/2013/09/alat-pengolah-limbah-plastik-menjadi.html
atau hubungi Tri Handoko - SMK Negeri 3 KIMIA Madiun
081330411417